Pertanyaan Salah
Ada pendapat yang membela kenaikan harga BBM dengan mengatakan bahwa l.k. 70% subsidi BBM dinikmati oleh sekelompok kecil orang kaya yang jumlahnya l.k. 20 % (Kompas, 19 Mei 2008). Orang kaya tidak seharusnya disubsidi, maka untuk menghapuskan subsidi yang tidak kena sasaran tersebut harga BBM
harus dinaikkan.
Pertama, apakah angka 70 % BBM dikonsumsi orang kaya apakah sudah benar, artinya telah diperhitungkan konsumsi untuk truk barang, bis, angkutan kota, bajaj, sepeda motor dan juga konsumsi BBM non subsidi. Konsumsi bensin sepeda motor memang sedikit, mungkin sekitar 10 l.- 12 l. per minggu, tetapi jumlahnya sekarang ini banyak sekali. Konsumsi bensin non-subsidi secara keseluruhan memang relatif kecil, tetapi dahulu ada Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax tanpa timbel, dan perusahaan-perusahaan minyak asing seperti Shell dan Petronas. Penjualan Pertamax memang turun sejak masuknya pompa bensin asing, karena kalah bersaing dengan terutama Shell, khususnya ketika harga bensin Shell masih berkisar sekitar Rp. 6.000/l. Akibatnya Shell akhir-akhir ini sangat ekspansif dengan membangun banyak pompa-pompa bensin baru di Jakarta dan sekitarnya, yang menandakan bahwa orang kaya tidak keberatan membayar harga bensin yang lebih tinggi. Tetapi ketika jarak harga antara bensin subsidi dengan non-subsidi semakin besar, maka
pembelian bensin non-subsidi semakin sepi, dan sebagian orang kaya beralih memakai Premium. Ini terjadi karena orang kaya dihadapi dengan pilihan bebas, dan ada yang memilih Premium.
Argumen bahwa 70 % subsidi BBM dinikmati oleh 20 % penduduk kaya, ini berarti bahwa ada 80 % penduduk tidak kaya yang juga ikut menikmati subsidi yang berarti jika harga BBM dinaikkan, ada 80 % penduduk yang akan dikorbankan. Di lain pihak, orang kaya juga tidak minta untuk disubsidi. Tapi ini bukanlah masalahnya, masalahnya adalah kemiskinan. Orang-orang kaya dan penduduk di negara-negara maju dapat menampungnya, meskipun semua orang tentunya mengeluh. Harga BBM di Indonesia dipertahankan murah jauh di bawah harga pasar dunia, bukan untuk dinikmati orang kaya, tetapi untukmelindungi rakyat miskin, karena kenaikan harga BBM akan menyengsengsarakan mereka.
Kenaikan harga BBM tidak ada masalah bagi orang kaya, karena kenaikan pengeluarannya relatif kecil dan mereka punya tabungan yang besar. Yang jadi masalah, pemerintah tidak bisa mencari jalan keluar bagaimana membedakan harga untuk konsumsi BBM antara yang kaya dengan yang miskin. Antara lain pernah dicoba dengan cara memberi warna, namun eksperimen ini gagal karena terjadi kebocoran.
Masalahnya adalah Kemiskinan. Bahkan ada ekonom yang menanyakan: apakah rela kalau orang kaya disubsidi? Jawabannya sudah pasti tidak, karena tidak akan ada yang setuju kalau orang yang sudah kaya diberi subsidi pula. Jadi hapuskanlah subsidi. Ini bukan pertanyaan, karena bagi orang kaya tidak jadi masalah kalau subsidinya dihapus, tetapi akan menjadi masalah yang besar bagi penduduk yang miskin.
Jadi masalah kenaikan harga BBM bukan masalah orang kaya tetapi masalah orang miskin. Itu sebabnya mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya demo, bukan untuk membela orang kaya agar tetap bisa menikmati subsidi BBM, tetapi untuk membela penduduk miskin yang kelangsungan hidupnya terancam.
Pertanyaannya juga bukan hitam putih antara pilihan menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM, tetapi bisa ada pilihan lain seperti mempertahankan harga BBM sekarang untuk konsumsi rakyat miskin dan menaikkan harga untuk penduduk yang kaya dan mampu.
Kenaikan harga minyak yang demikian drastis dalam waktu yang demikian singkat telah menimbulkan banyak kesulitan bagi semua orang di seluruh dunia, terlebih lagi bagi rakyat miskin di negara-negara sedang berkembang, karena kita sudah terbiasa menikmati harga BBM yang sangat murah. Bagi penduduk di negara-negara kaya dan begitupun bagi penduduk kaya di negara-negara sedang berkembang kenaikan harga BBM yang demikian tinggi masih bisa dibayar, tetapi tidak demikian oleh penduduk yang sangat
miskin.
Menurut data Susenas BPS tahun 2005, gambaran pola konsumsi penduduk Indonesia adalah sebagai berikut. Penduduk miskin tidak mengkonsumsi bensin sama sekali, tetapi konsumsinya meningkat cepat sejalan dengan kenaikan tingkat penegeluaran, terutama bagi orang kaya di daerah perkotaan yang besarnya pengeluaran mencapai dua kali lipat dari orang kaya di daerah pedesaan. Tetapi untuk belanja minyak tanah, pangsa pengeluaran bagi kelompok penduduk miskin dan penduduk berpendapatan menengah adalah cukup besar, tetapi bagi kelompok penduduk kaya pangsa pengeluarannya menjadi sangat kecil. Artinya penduduk miskin dan berpenghasilan menengah konsumsi minyak tanahnya relatif besar, sementara penduduk kaya relatif kecil.
Untuk penduduk miskin pengeluaran rata-rata untuk transportasi lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran untuk belanja minyak tanah. Hasilnya agak mengherankan karena penduduk di desa tidak banyak menggunakan transportasi karena jaraknya dekat dan tidak ada transportasi umum kecuali jika hendakke luar desa. Tetapi bagi penduduk kota alat transportasi adalah keharusan sehari-hari, untuk pergi sekolah dan pergi kerja. Dengan naiknya pendapatan, besarnya pengeluaran untuk transportasi juga naik, tetapi di pedesaan naiknya relatif kecil sementara di perkotaan naiknya cukup besar.
Kesimpulannya, dampak dari kenaikan harga BBM bagi penduduk miskin yang paling terasa adalah untuk minyak tanah dan dari dampak ikutannya berupa kenaikan harga-harga. Pengalaman menunjukkan bahwa setiap kali terjadi kenaikan harga BBM, harga-harga barang lainnya ikut naik. Pengeluaran untuk bahan makanan bagi penduduk miskin di kota mencapai 75,34% dari total pengeluaran dan di desa 68,67%. Untuk penduduk kaya di kota pangsanya adalah hanya 36,78% dan di desa lebih tinggi yakni 48,20%. Jadi kenaikan harga-harga akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup penduduk miskin.
Orang miskin dalam keadaan sekarang, sebelum harga BBM naik, masih bisa bertahan hidup dalam segala kekurangan dan tidak ada kelebihan untuk menampung berbagai gejolak. Dengan naiknya harga BBM kelangsungan hidup mereka langsung terancam, sebab itu mereka membutuhkan subsidi. Dengan kenaikan harga minyak yang sangat tajam, orang mencari sumber-sumber energi baru termasuk bio energi, sehingga harga minyak sawit, tebu, jagung, dsb., dan juga harga pupuk ikut melambung. Akibatnya memberatkan penduduk miskin.
Pemecahan
Ke depan konsumsi BBM pasti akan naik, sejalan dengan bertambahnya jumlah kenderaan bermotor, meningkatnya kebutuhan industri, kebutuhan nelayan, meningkatnya kesejahteraan penduduk dan bertambahnya jumlah penduduk. Dengan melonjaknya harga BBM di pasaran dunia yang demikian tinggi, mau tidak mau harga penjualan BBM di dalam negeri harus disesuaikan, apalagi Indonesia adalah net importer minyak. Kalau tidak dinaikkan, akan terjadi kebocoran dan penyelundupan besar-besaran dan memberatkan Anggaran Belanja pemerintah yang akan semakin memperparah keadaan ekonomi. Rakyat miskin dan pemerintah juga miskin.
Lepas dari beberapa tindakan yang masih bisa dilakukan untuk menurunkan harga BBM seperti misalnya menghapuskan inefisiensi kinerja Pertamina sendiri dan mengaudit penerimaan bagi hasil Pertamina dari kontraktor minyakasing, maka kenaikan harga BBM sedikit bisa direm. Menyita uang korupsi dan mengembalikan uang BLBI, meskipun harus terus dikejar, bukanlah pemecahannya karena uang ini tidak bisa dipakai untuk main Sinterklas.
Pemecahan dalam jangka panjang adalah bagaimana meningkatkan pendapatan penduduk melalui penyediaan lapangan kerja dan pemberdayaan penduduk, karena ini adalah pokok permasalahannya. Kemudian mencari sumber-sumber minyak baru, mengembangkan BBM alternatif dari gas bumi, tebu, kelapa sawit, biji jarak, jagung, biogas, matahari, angin, dsb. Menurut Kurtubi, peraturan investasi pemerintah untuk eksplorasi sumur-sumur baru tidak kondusif, sehingga sudah lama tidak ada eksplorasi.
Tapi kita tidak bisa menunggu sekian lama kalau harga BBM sudah naik, maka perlu pemecahan jangka pendek. Bantuan Tunai Langsung bukanlah solusi yang baik, yang lebih baik adalah dengan diversifikasi energi dan dengan membedakan harga untuk penduduk kaya dan penduduk miskin. Bila ingin diversifikasi ke gas bumi dan batu bara, maka bahannya harus disediakan. Buktikan bahannya tersedia, jangan hanya retorika. Misalnya di Belanda paling tidak sudah sejak akhir tahun 80-an, mobil menggunakan gas alam. Di setiap pompa bensin juga disediakan pompa gas alam. Tidak bisa hanya beberapa pompa saja yang menyediakan gas alam, karena kalau orang pergi ke Yogya atau ke Surabaya atau ke Medan akan kesulitan kalau di sana tidakada tempat pengisiannya. Dulu dengan solar pernah sukses, sehingga pemakai
bisa menilai keuntungannya dan banyak kendaraan yang kemudian memilih memakai solar. Begitu juga seharusnya dengan gas alam, kalau ini lebih menguntungkan pengendara, dengan sendirinya mereka akan beralih ke gas alam.
Harga bensin dan solar harus dibedakan. Misalnya di tiap pompa bensin disediakan pompa untuk Premium bersubsidi, Premium non-subsidi, Pertamax, Pertamax Plus, solar subsidi dan solar non-subsidi. Yang boleh beli bensin atau solar subsidi adalah jenis-jenis angkutan tertentu seperti angkutan kota, bajaj, truk, bis, nelayan, sepeda motor dengan bukti misalnya kartu kendali. Dengan demikian status quo orang miskin dapat paling tidak dipertahankan, tetapi orang kaya tidak menikmati subsidi. Dengan demikian juga ada langkah menuju pemerataan pendapatan.
Penulis : Lepi T. Tarmidi (Guru Besar FEUI)
maaf, kalo boleh tau, tulisan Bpk Lepi ini dari sumber mana yah? terima kasih
Saya dapat di mailinglist. kebetulan beliau sendiri yang mempublikasikannnya. Hal itu dilakukan beliau karena tulisan ini tidak ada media yang mau memuatnya.
Karena ini beliau anggap penting diketahui publik, maka beliau publikasikan via mailinglist. Saya pun mendukung langkah pak Lepi ini, makanya saya mempublikasikan melalui blog saya.
terima kasih informasinya